Asal
Muasal Kata Filsafat
Kata
filsafat bukan asli dari bahasa Arab tetapi berasal dari Yunani, negeri 'para
dewa' yang disembah oleh manusia. Terbentuk dari dua
susunan, filo yang bermakna cinta dan penggalan kedua sofia yang
bermakna hikmah. Pengertian yang terbentuk dari paduan dua kata itu memang
cukup menarik. Sebagian mendefinisikan filsafat ini sebagai upaya pencarian
tabiat (karakter) segala sesuatu dan hakekatmaujûdât (hal-hal yang ada di
dunia ini). Filsafat fokus pada pengerahan usaha dalam mengenali sesuatu dengan
pengenalan yang murni. Apapun obyeknya, baik perkara ilmiah, agama, ilmu hitung
atau lainnya (Asbâbul Khatha` fit Tafsîr , DR. Thâhir Mahmûd Muhammad Ya’qûb
1/260,).
Dengan
demikian Filsafat atau ilmu kalam ini jika dilihat dari asal katanya filo
& sofiaadalah berasal negeri Yunani. Hal ini juga di tegaskan dalam Majmu’
Fatawa Ibnu Taimiyyah 9/186 dan Siyar A’ lam Nubala’ 11/236 oleh Adz-Dzhabi
yang dinukil http://alummah.or.id/fiqh-dan-muamalah/info-islami-72 bahwa
filsafat bukan dan ajaran Islam tetapi dari agama Yunani. Padahal negeri Yunani
adalah negeri kaum yang menyembah para dewa yang tidak beriman kepada Allâh
Ta’ala. Oleh karena itu, tidak benar istilah “Filsafat Islam” yang biasa kita
dengar dan kita baca.
Filsafat
/ Ilmu kalam yang mengandalkan logika daripada Al-Qur’an dan As-Sunnah itu
berasal dari luar Islam. Kemudian masuk tersebar ke kalangan kaum muslimin
dengan perantaraan masuknya terjemahan buku-buku filsafat Yunani pada masa
Al-Ma’mun dari Pulau Ciprus yang berada di bawah kekuasaan Romawi Timur waktu
itu. Sehingga dari itu tersebarlah ilmu kalam, apalagi ilmu kalam dipegang
sebagai madzhab negara sejak masa Kholifah Al-Ma’mun sampai Al-Watsiq, bahkan
orang-orang dipaksa dengan hal itu. Bila tidak mereka dibunuh atau dipenjara
atau dihukum dengan hukuman lainnya. Melalui ilmu filsafat inilah,
intervensi pemikiran asing masuk dalam Islam. Tidaklah muncul ideologi filsafat
dan pemikiran yang serupa dengannya kecuali setelah umat Islam mengadopsi dan
menerjemahkan ilmu-ilmu yang berasal dari Yunani pada masa pemerintahan
Kholifah Al-Ma’mun. Doktor 'Afâf binti Hasan bin Muhammad Mukhtâr penulis
disertasi berjudul Tanâquzhu Ahlil Ahwâ wal Bida’ fil 'Aqîdah' menyatakan, dari
sini menjadi jelas bahwa filsafat merupakan pemikiran asing yang bersumber
dari luar Islam dan kaum Muslimin, sebab sumbernya berasal dari
Yunani. Maka Kecurigaan terhadap output filsafat mesti dikedepankan.
Komentar Para Ulama tentang Filsafat
1. Al-Imam
As-Syaafi’I rahimahullah, beliau menyatakan: “Sungguh seandainya salah
seorang itu ditimpa dengan berbagai amalan yang dilarang oleh Allah selain dosa
syirik, lebih baik baginya daripada ia mempelajari ilmu kalam.” (HR. Abu
Nu'aim Al-Asfahaani dalam Hilyatul Awliyaa' 9/111).
Beliau
juga menyatakan, ‘Seandainya manusia itu mengerti bahaya yang ada pada Ilmu
Kalam dan hawa nafsu, niscaya ia akan lari daripadanya seperti lari dari
singa.”. Imam Muslim telah meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu
‘anhu: bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
“Celakalah
orang-orang yang berdalam-dalam.” (tiga kali).
2. Imam
Al-Khoththobi salah seorang ulama madzhab syafii- menerangkan hadits ini:
المتنطع المتعمق في الشيء المتكلف للبحث عنه على مذاهب أهل الكلام الداخلين
فيما لا يعنيهم الخائضين فيما لا تبلغه عقولهم
“Al-Mutanaththu’ adalah
orang yang berdalam-dalam dalam sesuatu, membebani diri untuk membahasnya
menurut madzhab ahli kalam yang masuk kepada perkara yang tidak penting
bagi mereka, membicarakan perkara yang tidak dicapai akal mereka.” [Aunul
Ma’bud Syarh Sunan Abu Dawud].
Asalnya tanaththu’ adalah
berdalam-dalam dalam pembicaraan untuk menampakkan kefasihan. Ini asal makna
tanaththu’ secara etimologi. Dan tanaththu’ itu ada beberapa macam: dalam
pembicaraan, dalam istidlal, dan dalam ibadah.
3. Adz-Dzahabi
rahimahullah :
قل من أمعن النظر في علم الكلام إلا وأداه اجتهاده إلى القول بما يخالف محض
السنة، ولهذا ذم علماء السلف النظر في علم الاوائل، فإن علم الكلام مولد من علم
الحكماء الدهرية، فمن رام الجمع بين علم الانبياء عليهم السلام وبين علم الفلاسفة
بذكائه لابد وأن يخالف هؤلاء وهؤلاء
"Hampir
tidak ada orang-orang yang memperdalam ilmu filsafat kecuali ijtihadnya akan
mengantarkannya kepada pendapat yang menyelisihi kemurnian sunnah.
Karenanya para ulama salaf mencela mempelajari ilmu orang-orang kuno
(seperti orang-orang Yunani-pen) karena ilmu filsafat lahir dari para
filosof yang berpemikiran dahriyah (atheis).Barang siapa yang dengan
kecerdasannya berkeinginan untuk mengkompromikan antara ilmu para Nabi dengan
ilmu para filosof, maka pasti ia akan menyelishi para Nabi dan juga menyelisihi
para filosof" (Mizaanul I'tidaal 3/144).
4. Ibnu
Abdil Barr berkata:
أجمع أهل الفقه والآثار من جميع الأمصار أن أهل الكلام أهل بدع وزيغ، ولا
يعدون عند الجميع في جميع الأمصار في طبقات العلماء، وإنما العلماء أهل الأثر
والتفقه فيه
"Telah
ijmak para ahli fikih dan hadits dari seluruh negeri bahwasanya ahlul kalam
adalah ahlu bid'ah dan ahlu kesesatan, dan mereka seluruhnya tidak dianggap
dalam jejeran para ulama. Para ulama hanyalah para ahli hadits dan
fikih" (Jaami' Bayaan al-'Ilmi wa Fadlihi 2/195).
5. Ibnu
Rajabrahimahullah mengatakan, “Jarang sekali orang mempelajarinya
(ilmu kalam dan filsafat) kecuali akan terkena bahaya dari mereka (kaum
filosof)”. (Fadh ‘Ilmis Salaf ‘ala ‘Ilmil Khalaf hlm. 105). Karena itu, tidak
heran bila Ibnu Shalâh rahimahullah memvonis ilmu filsafat
sebagai biang ketololan, rusaknya akidah, kesesatan, sumber kebingungan,
kesesatan dan membangkitkan penyimpangan dan zandaqah /kekufuran (Fatâwa
wa Rasâil Ibni ash Shalâh 1/209-212. Nukilan dari Asbâbul Khatha` fit Tafsîr
1/266).
6. Al-Imam
Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata:
لاَ يُفْلِحُ صَاحِبُ كَلاَمٍ أَبَدًا عُلَمَاءُ الْكَلاَمِ زَنَادِقَةُ
"Pemilik
ilmu filsafat tidak akan beruntung selamanya. Para ulama filsafat adalah para
zindiq" (Talbiis Ibliis 1 / 75 ).
7. Abu
Hamid Al-Ghozali rahimahullah termasuk dari orang-orang yang mapan
menguasai ilmu kalam. Namunbersamaan dengan itu dia mencela ilmu kalam, bahkan
sangat keras celaannya. Dia menjelaskan bahaya ilmu kalam, dia mengatakan dalam
kitabnya Ihya’ Ulumuddinhal 91-92:
“Adapun
bahaya ilmu kalam manthiq, yaitu akan memberikan kerancuan dan menggoyangkan
aqidah, dan menghilangkan penetapan aqidah. Itulah diantara bahaya pada
permulaannya. Dan kembalinya dengan dalil diragukan. Dalam hal ini orang
berbeda-beda. Ini bahayanya dalam keyakinan yang benar. Dan ilmu kalam mantiq
punya bahaya yang lain dalam mengokohkan keyakinan ahli bid’ah pada bid’ah dan
mengokohkan keyakinan itu dalam dada-dada mereka, dimana faktor-faktor
pendorongnya akan bangkit dan bertambah kuat semangat mereka di atas ilmu
kalam. Namun bahaya ini dengan perantaraan fanatik yang muncul dari jidal
(debat).”Sampai dia (Al-Ghozaliy) mengatakan: “Adapun manfaat
ilmu kalam, disangka bahwa faedahnya adalah menyingkap dan mengetahui hakekat
sebenar-benarnya. Jauh, jauh sekali persangkaan itu. Dalam ilmu kalam tidak ada
yang memenuhi tujuan yang mulia ini. Bahkan pengacauan dan penyesatan
dalam ilmu kalam itu lebih banyak daripada penyingkapan dan pengenalan hakekat.
Ini jika engkau mendengarnya dari seorang muhaddits atau hasyawi. Kadang
terbetik di benakmu bahwa manusia adalah musuh selama mereka tidak mengetahui.
Dengarkan ini dari orang yang telah mendalami ilmu kalam, kemudian membencinya
setelah mengetahui dengan sebenarnya dan sampai dengan susah payah kepada
puncak derajat ahli kalam, lalu melewati hal itu menuju ilmu-ilmu yang lain
yang sesuai dengan jenis ilmu kalam, kemudian yakin bahwa jalan menuju hakekat
ma’rifat (pengenalan) dari sisi ini tertutup.Sungguh, ilmu kalam itu tidak
memberi manfaat kepadamu untuk menyingkap, mengenalkan dan memperjelas sebagian
perkara. Namun kadang-kadang dalam perkara yang jelas, hampir engkau paham
sebelum engkau mendalami ilmu kalam.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar